Saturday, March 27, 2010

KEBAIKAN MEMBERI SALAM...



Dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwasanya ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw: Bagaimanakah Islam yang baik itu?" Beliau menjawab, "Yaitu mau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada orang yang belum kamu kenal." (HR. Bukhari Muslim).

Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Salam itu tak lagi terdengar sumbang di telinga, karena ia nyaris sudah menjadi budaya. Kini nyaris semua orang menjadikannya sebagai salam pembuka, pengawali teks pidato, memulai ceramah, mengantarkan pembicaraan dan sapaan kesopanan. Hingga ia pun terdengar lumrah, seperti halnya selamat pagi, kulonuwun, punten, permisi....

Namun mungkin tak banyak yang masih mengingat, Sang Kekasih Allah telah bersabda, bahwa ucapan itu menjadi salah satu parameter kebaikan seorang muslim, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim di atas; Berislamlah dengan baik dengan mengucap salam kepada yang engkau kenal dan tidak engkau kenal...

Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Ucapan ini sudah sedemikian akrab di lidah ummat muslim. Tiada kagok orang mengucapkannya. Baik yang memang setiap hari menyebutnya minimal lima kali sehari di akhir shalat, maupun mereka yang hanya membasahi lidah dengan salam di acara-acara resmi.

Tapi sudahkah ia menjadi menjadi sarana pengikat cinta? Sebagaimana kabar yang disampaikan Abu Hurairah ra? Ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, "... Maukah kamu sekalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu mengerjakannya maka kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantara kamu sekalian". (HR Muslim).

Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Sungguh kalimat ini amat mudah diucapkan. Hingga kadang orang meremehkan. Bahkan ada yang hendak menggantikannya dengan selamat pagi, atau sapaan lokal dan teritorial lainnya. Tidakkah teringat kata seorang sahabat, Abu Yusuf (Abdullah) bin Salam ra: Saya mendengar Nabi 'alaihissalaam bersabda: "Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam, berikanlah makanan, hubungkanlah tali peraudaraan, dan shalatlah pada waktu manusia sedang tidur, niscaya kamu sekalian akan masuk surga dengan selamat." (HR Turmudzi). Duhai, alangkah nikmatnya! Ternyata tiket surga tidak mahal. 'Cukup' dengan menyebarkan salam.

Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh. Betapa cinta Rasulullah dengan untaian kata ini. Hingga tak lepas lisannya dari salam di setiap waktu dan kesempatan. Saat mendatangi suatu kaum, Rasulullah mengucapkan salam ini dengan diulang tiga kali. Saat Beliau melewati sekumpulan kaum wanita, saat bertemu dengan sekelompok anak-anak, saat bertamu atau memasuki rumahnya sendiri, doa rahmah itu mengalun indah dari bibirnya. Bahkan saat di dalam majelis, beliau tak bosan membalas salam sahabatnya yang hadir satu persatu, pun ketika mereka satu demi satu kemudian meninggalkan majelis dan kembali mengucap salam. Bahkan beliau pernah bersabda: "Apabila salah seorang diantara kalian bertemu dengan saudaranya, maka hendaklah ia mengucap salam kepadanya. Dan seandainya diantara keduanya terpisah oleh pohon, dinding atau batu, kemudian bertemu kembali, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi". (Disampaikan oleh Abu Hurairah, HR Abu Dawud).

Maka tak heran, jika Abdullah bin Umar suka pergi ke pasar, meski tak hendak membeli sesuatu. Kepada Tufail bin Ubay bin Ka'ab yang pernah menemaninya ia berkata, "Wahai Tufail, mari ke pasar. Kita sampaikan salam kepada siapa saja yang kita jumpai. Maka berpuluh kali kalimat itu meluncur sejuk dari mulutnya, kepada para pedagang, pembeli, para kuli, tukang rombengan hingga warga papa.

Maka sungguh indah, jikalah salam itu disebarkan oleh wajah penuh senyuman, dihayati dan diresapi sebagaimana Abbas Assisi menyampaikan dalam surat-surat kepada sahabat-sahabatnya: Salaam Allah 'alaika wa rahmatuhu wa barakaatuh. Sungguh damai dan nyaman, jika salam kita sampaikan sebagai ta'abbudan (ibadah) dan mahabbah (kecintaan), bukan sekedar kebiasaan. Salaam Allah yaa Ikhwatii, ya khalilii, wa rahmatuhu wa barakatuh. (Semoga Allah memberikan kedamaian, kasih mesra dan barakahNya untukmu saudaraku, sahabatku). Doa tulus ini kupersembahkan untukmu. Wassalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.


Ugi Gadis Pembelajar

Friday, March 19, 2010

API NERAKA...

Dari sebuah hadis ada diceritakan ALLAH s.w.t. telah menghantar malaikat Jibril bertemu malaikat Malik untuk mengambil api darinya bagi kegunaan Adam untuk memasak. Malaikat Malik pun bertanya "Wahai Jibril! berapa banyakkah yang kamu mahu?" Sebesar buah tamar, jawab Jibril. Kata Malik, "Tahukah kamu, kalau aku berikan api neraka sebesar yang kamu mahu pasti akan hancur lebur 7 petala langit dan bumi kerana kepanasannya. "Kalau begitu separuh buah tamar, kata Jibril. Jawab Malik, "Kalau separuh darinya nescaya langit tidak dapat menurunkan hujan walaupun setitik ke bumi dan segala tanaman akan musnah."

Malaikat Jibril lalu memohon pertolongan dari ALLAH untuk mengetahui jumlah yang betul. ALLAH lalu berfirman, "Ambillah sebesar biji sawi." Pergilah Jibril mendapatkan api itu kemudiannya api itu dibasuh dahulu dengan 70 buah sungai di syurga. Setelah itu ianya dibawa kepada Adam dan diletakkan di atas puncak gunung yang tinggi. Tiba-tiba cairlah gunung itu dan tinggallah hanya sedikit maka api itulah yang digunakan hingga sekarang.

Kesimpulannya, api neraka beribu-ribu kali lebih panas dari api di dunia. Nauzubillahiminzalik.

Rangga Ibnu Ajie Mohtar

Nelayan Mukmin dan Kafir...

Pada zaman dulu, ada dua orang nelayan, seorang mukmin dan seorang lagi kafir. Pada suatu hari kedua-duanya turun ke laut untuk menangkap ikan. Semasa menebar jala, nelayan kafir menyebut nama tuhan berhalanya. Hasil tangkapannya amat banyak. Berlainan pula dengan nelayan mukmin. Apabila menebar jalanya, si-mukmin itu menyebut nama Allah. Hasilnya tidak ada seekor pun ikan yang tersangkut pada jaringnya. Hingga ke lewat senja, nelayan mukmin tidak berjaya mendapat sebarang ikan manakala si-kafir itu kembali dengan membawa ikan yang sangat banyak.

Meskipun pulang dengan tangan kosong, namun nelayan mukmin itu tetap bersabar serta redha dengan apa yang Allah takdirkan. Si-kafir yang membawa berbakul-bakul ikan pulang dengan rasa bangga dan bongkak.

Malaikat yang melihat keadaan nelayan mukmin ini berasa simpati lalu mengadu kepada Allah. Allah memperlihatkan kepada malaikat tempat yang disediakan olehNya untuk nelayan mukmin itu; iaitu sebuah syurga. Berkata malaikat "Demi Allah, sesungguhnya tidak memberi erti apa-apa pun penderitaan di dunia ini jika dia mendapat tempat di syurga Allah."

Setelah itu Allah memperlihatkan tempat yang disediakan untuk nelayan kafir. Berkata malaikat "Alangkah malangnya nasib si-kafir. Sesungguhnya tidak berguna langsung apa yang dia dapat di dunia dulu sedangkan tempat kembalinya adalah neraka jahannam."


Moral & Iktibar

1. Kediaman mukmin adalah di syurga manakala kediaman kafir adalah di neraka.
2. Dunia adalah syurga orang kafir.
3. Kekayaan dan kemewahan di dunia tidak semestinya berkekalan di akhirat.
4. Kesusahan orang mukmin di dunia tidak seberapa jika dibandingkan dengan kenikmatan yang disediakan di syurga.
5. Kesenangan orang kafir di dunia tak berbaloi jika dibandingkan dengan azab seksa yang disediakan di neraka.
6. Kesenangan atau kesusahan seseorang bukan menjadi kayu ukur bagi keredhaan Allah; yang menjadi penentu ialah keimanan terhadapNya.
7. Kesusahan di dunia bukan bermakna Allah tidak menyukai seseorang.
8. Begitu juga kemewahan yang Allah berikan kepada seseorng bukan bermakna Allah meredhainya.
9. Redha di atas takdir Ilahi adalah sifat mukmin sejati.
10. Jangan berputus asa, kecewa atau sedih apabila melihat orang kafir senang dan mewah dalam kehidupan di dunia
11. Keimanan seseorang adalah lebih mahal daripada dunia dan isinya.
12. Apalah maknanya kemewahan jika tidak mensyukuri dan beriman dengan Allah.


Rangga Ibnu Ajie Mohtar

Tuesday, March 16, 2010

Mu'min dengan mu'min lainnya bagaikan bangunan yang kokoh

Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang mu'min terhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebagiannya mengokohkan kepada bagian yang lainnya," dan beliau s.a.w. menjalinkan antara jari-jarinya." (Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Dalam menguraikan Hadis di atas. Imam al-Qurthubi berkata sebagai berikut: "Apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. itu adalah sebagai suatu tamsil perumpamaan yang isi kandungannya adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agar seorang mu'min itu selalu memberikan pertolongan kepada sesama mu'minnya, baik pertolongan apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu kemungkaran), Ini adalah suatu perintah yang dikokohkan yang tidak boleh tidak, pasti kita laksanakan.

Perumpamaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang tidak mungkin sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau digunakan, melainkan wajiblah yang sebagian dari bangunan itu mengokohkan dan erat-erat saling pegang memegang dengan yang bagian lain. Jikalau tidak demikian, maka bagian-bagian dari bangunan itu pasti berantakan sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payah didirikan.

Begitulah semestinya kaum Muslimin dan mu'minin antara yang seorang dengan yang
lain, antara yang sekelompok dengan yang lain, antara yang satu bangsa dengan yang lain.
Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, baik dalam urusan keduniaan, keagamaan dan
keakhiratan, melainkan dengan saling tolong-menolong, bantu-membantu serta kokoh mengokohkan.

Manakala hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik, maka jangan diharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang akan terjadi, yakni kelemahan seluruh ummat Islam, tidak dapat mencapai kemaslahatan yang sesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan musuh-musuhnya ataupun menolak bahaya apapun yang menimpa tubuh kaum Muslimin secara keseluruhan. Semua itu mengakibatkan tidak sempurnanya ketertiban dalam urusan kehidupan duniawiyah, juga urusan diniyah (keagamaan) dan ukhrawiyah. Malahan yang pasti akan ditemui ialah kemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi serta bencana yang tiada habis-habisnya.
Wallahu a'lam


Saturday, March 13, 2010

Kita, Hawa Nafsu, dan Istiqomah


Serangan hawa nafsu terkadang terasa begitu kuat, berusaha mencerabut dan membetot kita, mengambil alih kendali diri, dan selanjutnya menyimpangkan kita dari jalan ketaatan. Jika sudah begitu kuat, panji-panji istiqomah yang kita pegang pun runtuh... menyisakan penyesalan dan kesesakan dada. Duhai, begitu kuat serbuannya. Begitulah ketika hawa nafsu muncul, akan meluluh lantakkan kesehatan jiwa. Karena demikianlah hawa nafsu, selalu mengajak kita pada jalan-jalan kejelekan, dan menjauhkan kita dari jalan-jalan yang mengantarkan kita ke negeri kesejahteraan yang abadi, jannah-Nya, yang dijanjikan untuk orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Padahal, memegang panji-panji istiqomah adalah sebuah keniscayaan. Dalam shahih Muslim, Abu Amr Sufyan bin Abdullah bercerita bahwa dia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Bersabda Rasulullah: 'Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.'" Umar bin Khatab berkata tentang para shahabat. Menurut beliau, para shahabat beristiqomah demi Allah dalam mentaati Allah dan tidak sedikit pun mereka berpaling sekalipun seperti berpalingnya musang. Maksudnya, bahwa mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagaian besar ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan sampai meninggalnya. Begitulah mereka, sebaik-baik kurun yang telah mendapatkan keridhaan Allah. Sementara kita? lebih banyak meninggalkan perintah-perintahnya dan melanggar larangan-larangannya. Adalah Abu Hurairah, ketika beliau berada diambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah, bisa juga ke Naar."

Ugi Gadis Pembelajar

Malaikat Maut : Tamu Yang Senantiasa Berkunjung


BETAPA seringnya malaikat maut melihat dan menatap wajah seseorang, yaitu dalam masa 24 jam sebanyak 70 kali.. Andai kata manusia sadar hakikat tersebut, niscaya dia tidak akan lalai mengingati mati. Tetapi oleh kerana malaikat maut adalah makhluk ghaib, manusia tidak melihat kehadirannya, sebab itu manusia tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Malaikat Izrail atas Kuasa Allah. Justru itu, tidak heranlah, jika banyak sekali manusia yang masih mampu bersenang-lenang dan bergelak-tawa, seolah-olah dia tidak ada masalah yang perlu difikirkan dan direnungkan dalam hidupnya. Walaupun dia adalah seorang yang miskin amal kebajikan serta tidak memiliki secuil bekal amalan untuk akhiratnya, dan sebaliknya banyak pula melakukan dosa. Sebuah hadis Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas r.a, bahwa Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya : "Bahwa malaikat maut meperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenung wajah seseorang, didapati orang itu ada yang gelak-ketawa. Maka berkata Izrail : Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah Taala untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih berhura-hura dan bergelak-tawa." Manusia tidak akan sadar bahwa dirinya senantiasa diperhatikan oleh malaikat maut, kecuali orang-orang soleh yang sentiasa mengingati mati. Golongan ini tidak lalai dan senantiasa sadar terhadap kehadiran malaikat maut, karena mereka senantiasa meneliti hadis-hadis Nabi s.a.w yang menjelaskan mengenai perkara-perkara ghaib, terutama mengenai hal ihwal mati dan hubungannya dengan malaikat maut. Meski pun mata manusia hanya mampu melihat benda yang nyata, tidak mungkin dapat melihat kehadiran malaikat maut itu. Namun pandangan mata hati mampu melihat alam ghaib, yaitu memandang dengan keyakinan iman dan ilmu. Sebenarnya manusia itu sadar bahwa setiap makhluk yang hidup pasti akan mati, tetapi manusia menilai kematian dengan berbagai tanggapan. Ada yang menganggap kematian itu adalah suatu ketentuan biasa sebagai pendapat golongan athies, dan tidak kurang pula yang mengaitkan kematian itu dengan sebab-sebab yang zahir saja. Dia mengambil logika, bahwa banyak kematian disebabkan oleh suatu tragedi, seperti diakibatkan oleh peperangan, bencana alam seperti banjir, tsunami, gempa bumi, kebakaran dan juga kecelakaan diudara, laut dan daratan termasuk kemalangan jalan raya. Selain itu, mereka juga melihat kematian disebabkan oleh serangan penyakit yang berbahaya seperti penyakit kanker, sakit jantung, AIDS, demam berdarah, dan sebagainya. Disebabkan manusia melihat kematian hanya dari sudut sebab musabab yang lumrah, maka manusia sering mengaitkan kematian itu dengan kejadian-kejadian yang tersebut di atas. Jika berlaku kematian dikalangan mereka, lantas mereka bertanya, " sebab apa si fulan itu mati, sakitkah atau kemalangankah?". Tidak ramai manusia yang mengaitkan kematian itu dengan kehadiran malaikat maut yang datang tepat pada saat ajal seseorang sudah sampai, sedangkan malaikat maut senantiasa berada di sekeliling manusia, mengenal-pasti memerhatikan orang-orang yang hayatnya sudah tamat. Sesungguhnya malaikat maut menjalankan perintah Allah SWT dengan tepat dan sempurna, dia tidak diutus hanya untuk mencabut roh orang sakit saja, ataupun roh orang yang mendapat kecelakaan dan malapetaka. Jika Allah SWT menetapkan kematian seseorang ketika tertimpa kemalangan, atau ketika diserang sakit keras, maka Izrail mencabut roh orang itu ketika kejadian tersebut. Namun ajal tidak mengenal orang yang sehat, ataupun orang-orang kaya yang sedang hidup mewah dibuai kesenangan. Malaikat maut datang tepat pada waktunya tanpa mengira orang itu sedang ketawa riang atau mengerang kesakitan. Bila ajal mereka sudah tiba, maka kematiannya tidak akan tertangguh walau hanya sesaat. Walau bagaimana pun, ada kalanya Allah SWT jadikan berbagai sebab bagi satu kematian, yang demikian itu ada hikmah disebaliknya. Misalnya sakit keras yang ditanggung berbulan-bulan oleh seseorang, ia akan menjadi rahmat bagi orang yang beriman dan sabar, kerana Allah Taala memberi peluang dan menyadarkan manusia agar dia mengingati mati, untuk itu dia akan menggunakan masa atau usia yang ada untuk berbuat sesuatu, membetulkan dan bertaubat dari dosa dan kehilapan serta memperbaiki amalan, serta menambah bekal amalan untuk akhirat, jangan sampai menjadi orang merugi di akhirat kelak. Begitu juga orang yang mati mendandak disebabkan kemalangan, ia akan menjadi pengajaran dan memberi peringatan kepada orang-orang yang masih hidup supaya mereka senantiasa berwaspada dan tidak lalai dari berusaha memperbaiki diri, menambah amal kebajikan dan meninggalkan segala kejahatan. Karena sekiranya ajal datang secara tiba-tiba pasti akan membawa penyesalan yang tidak berguna. Di kalangan orang solihin menganggap bahwa sakit yang ditimpakan kepada dirinya adalah sebagai tanda bahwa Allah SWT masih menyayanginya. Karena betapa malangnya bagi pandangan meraka, jika Allah SWT mengambil roh dengan tiba-tiba, tanpa peringatan terlebih dahulu. Seolah-olah Allah SWT sedang murka terhadap dirinya, sebab itulah Allah SWT memberi peringatan terlebih dahulu kepadanya. Selain itu, Allah Taala menjadikan sebab-sebab kematian itu bagi memenuhi janji-Nya kepada malaikat maut, sebagaimana diriwayatkan oleh Saidina Abbas r.a dalam sebuah hadis Nabi yang panjang. Antara lain menjelaskan bahwa Izrail merasa sedih apabila dibebankan dengan tugas mencabut roh makhluk-makhluk bernyawa kerana di antara makhluk bernyawa itu termasuk manusia yang terdiri dari kekasih-kekasih Allah SWT yaitu para Rasul, nabi-nabi, wali-wali dan orang-orang solihin. Selain itu juga, malaikat maut mengadu kepada Allah betapa dirinya tidak disenangi oleh keturunan Adam a.s, dia mungkin dicemooh kerana dia ditugaskan mencabut roh manusia, yang menyebabkan orang akan berdukacita, kerana kehilangan sanak-saudara dan orang-orang yang tersayang di kalangan mereka.
Diriwayatkan bahwa Allah SWT berjanji akan menjadikan berbagai macam sebab kepada kematian yang akan dilalui oleh keturunan Adam a.s sehingga keturunan Adam itu akan memikirkan dan mengaitkan kematian itu dengan sebab-sebab yang dialami oleh mereka. Apabila terjadinya kematian, mereka akan berkata bahawa si fulan itu mati karena mengidap sakit, ataupun karena mendapat kemalangan, mereka akan lupa mengaitkan malaikat maut dengan kematian yang terjadi itu. Ketika itu, Izrail tidak perlu bersedih kerana manusia tidak mengaitkan kematian tersebut dengan kehadiran malaikat maut, yang memang diutus oleh Allah SWT pada saat malapetaka atau sakit keras seseorang itu bertepatan dengan ajal mereka yang memangnya telah tiba. Namun pada hakikatnya bahwa ajal itu adalah ketetapan Allah, yang telah termaktub, semuanya telah nyata di dalam takdir Allah, bahwa kematian pasti tiba pada saat yang ditetapkan. Izrail hanyalah tentara-tentara Allah yang menjalankan tugas seperti yang diamanahkan kepadanya. Walau bagaimana pun adalah menjadi hak Allah Taala untuk menentukan kematian, sebagai mana yang dinyatakan pada awal tulisan ini bahwa ada kalanya malaikat maut hendak mencabut roh seseorang, tetapi manusia yang dikunjungi malaikat maut sedang dalam keadaan bergelak-tawa, hingga malaikat maut merasa heran terhadap manusia itu. Ini membuktikan bahawa kematian itu tidak pernah mengenal kondisi seseorang yang sedang sakit atau pun ketika sehat dan segar-bugar. Firman Allah Taala yang bermaksud : "Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) mempercepatnya." (Surah Al-A'raf ayat 34)


Ugi Gadis Pembelajar

KUBUR BERKATA-KATA

Dikisahkan bahawa sewaktu Fatimah r.a. meninggal dunia maka jenazahnya telah diusung oleh 4 orang, antara :-

1. Ali bin Abi Talib (suami Fatimah r.a)
2. Hasan (anak Fatima r.a)
3. Husin (anak Faimah r.a)
4. Abu Dzafrrin Al-Ghifary r.a

Sewaktu jenazah Fatimah r.a diletakkan di tepi kubur maka Abu Dzafrrin Al-Ghifary r.a berkata kepada kubur, "Wahai kubur, tahukah kamu jenazah siapakah yang kami bawakan kepada kamu ? Jenazah yang kami bawa ini adalah Siti Fatimah az-Zahra, anak Rasulullah s.a.w."
Maka berkata kubur, "Aku bukannya tempat bagi mereka yang berdarjat atau orang yang bernasab, adapun aku adalah tempat amal soleh, orang yang banyak amalnya maka dia akan selamat dariku, tetapi kalau orang itu tidak beramal soleh maka dia tidak akan terlepas dari aku (akan aku layan dia dengan seburuk-buruknya)."

Abu Laits as-Samarqandi berkata kalau seseorang itu hendak selamat dari siksa kubur hendaklah melazimkan empat perkara semuanya :-

1. Hendaklah ia menjaga solatnya
2. Hendaklah dia bersedekah
3. Hendaklah dia membaca al-Quran
4. Hendaklah dia memperbanyakkan membaca tasbih kerana dengan memperbanyakkan membaca tasbih, ia akan dapat menyinari kubur dan melapangkannya.

Adapun empat perkara yang harus dijauhi ialah :-

1. Jangan berdusta
2. Jangan mengkhianat
3. Jangan mengadu-domba (jangan suka mencucuk sana cucuk sini)
4. Jangan kencing sambil berdiri

Rasulullah s.a.w. telah bersabda yang bermaksud, "Bersucilah kamu semua dari kencing, kerana sesungguhnya kebanyakan siksa kubur itu berpunca dari kencing."
Seseorang itu tidak dijamin akan terlepas dari segala macam siksaan dalam kubur, walaupun ia seorang alim ulama' atau seorang anak yang bapanya sangat dekat dengan Allah s.w.t.. Sebaliknya kubur itu tidak memandang adakah orang itu orang miskin, orang kaya, orang berkedudukan tinggi atau sebagainya, kubur akan melayan seseorang itu mengikut amal soleh yang telah dilakukan sewaktu hidupnya di dunia ini.

Jangan sekali-kali kita berfikir bahawa kita akan dapat menjawab setiap soalan yang dikemukakan oleh dua malaikat Mungkar dan Nakir dengan cara kita menghafal. Pada hari ini kalau kita berkata kepada saudara kita yang jahil takutlah kamu kepada Allah s.w.t. dan takutlah kamu kepada soalan yang akan dikemukakan ke atas kamu oleh malaikat Mungkar dan Nakir, maka mereka mungkin akan menjawab, "Ah mudah sahaja, aku boleh menghafal untuk menjawabnya."
Itu adalah kata-kata orang yang tidak berfikiran. Seseorang itu tidak akan dapat menjawab setiap soalan di alam kubur jikalau dia tidak mengamalkannya sebab yang akan menjawab ialah amalnya sendiri. Sekiranya dia rajin membaca al-Quran, maka al-Quran itu akan membelanya dan begitu juga seterusnya.

Rangga Ibnu Ajie Mohtar

NABI IDRIS DAN PEDOMAN HIDUP

Nabi Idris a.s adalah keturunan keenam Nabi Adam, putera dari Yazid bin Mihla'iel bin Qoinan bin Anusy bin Syith bin Adam a.s dan dia adalah keturunan pertama yang dikurniakan kenabian setelah Adam dan Syith. Nabi Idris a.s mengikut sementara riwayat bermukim di Mesir, di mana ia berdakwah untuk agama Allah s.w.t. mengajarkan tauhid dan beribadah menyembah Allah s.w.t. serta memberi beberapa pedoman hidup bagi pengikut-pengikut agar menyelamatkan diri dari siksaan di akhirat dan kehancuran serta kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai berusia 82 tahun.

Di antara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah :-
1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah s.w.t. membawa kemenangan.

2. Orang yang bahagia adalah orang yang merendah diri dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal solehnya.

3. Bila kamu memohon sesuatu daripada Allah s.w.t. dan berdoa, maka ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula puasa dan sembahyangmu.

4. Janganlah bersumpah dengan keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntut sumpah dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam dosa.

5. Bertaatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu serta penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah s.w.t.

6. Janganlah mengiri orang yang mujur nasibnya kerana mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kemujuran nasibnya.

7. Barangsiapa melampaui kesederhanaan, tidak suatupun akan memuaskannya.

8. Tanpa membahagi-bahagikan nikmat yang diperolehi, seseorang tidak dapat bersyukur kepada Allah s.w.t. atau nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.

First time buat blog

Assalamualaikum sume....